berasal dari kata Wira (perwira) dan ‘Aeng’ yaitu prajurit yang unggul, yang ‘aeng’, yang ‘linuwih’. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang.
Ciri-ciri tarian ini :
— Ditarikan oleh dua orang putra/i
— Bentuk tariannya sama
— Tidak mengambil suatu cerita
— Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
— Bentuk pakaiannya sama
— Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
— Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
— Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
— Tari boleh sama, boleh tidak
— Menggunakan ontowacono (dialog)
— Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
— Ada yang kalah/menang atau mati
— Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
— Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
— Bambangan Cakil
— Hanila
— Prahasta, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar